Senin, 30 Maret 2015

KRL (Kereta Rel Listrik) 05.43 a.m. Bekasi

Kereta Rel Listrik (KRL) telah menjadi primadona para pekerja, baik yang berada di Instansi pemerintah maupun swasta. KRL merupakan salah satu angkutan umum yang menjadi tulang punggung kehidupan banyak orang begitu juga dengan diriku sekarang. 

Tinggal didaerah Bekasi dan bekerja di Jakarta Pusat, membuatku memilih tranportasi ini sebagai teman seperjuangan mencari kehidupan dan penghidupanku. Lima (5) hari dalam seminggu (kalo gak ada tanggal merah) ku menumpang padanya untuk mencapai tujuanku.

KRL 05.43 a.m. menjadi idolaku dikala ku ingin mencapai tempat dimana ku harus berada selama hari kerja. KRL yang terbilang manusiawi (kata temanku) membuatku selalu memilihnya walau di hari senin sedikit harus mengeluarkan tenaga lebih. Tidak peduli ku harus bangun awal untuk dapat menjumpainya. Tentunya, bukan hanya aku yang melakukan hal tersebut.

KRL 05.43 a.m. jikalau kau tidak hadir 1 hari saja maka akan terasa berat perjalananku. Jika ku terlambat 1 menit saja maka gundah rasa hatiku. Dengan jadwal baru adakah berubah kedatanganmu?

KRL 05.43 a.m. teman seperjuanganku





Kamis, 26 Maret 2015

Bapas Berperan Penting dalam Sistem Peradilan Pidana

Jakarta, INFO_PAS – Balai pemasyarakatan (bapas) berperan penting untuk melakukan penilaian evaluasi pelaksanaan program dan perkembangan pembinaan di lembaga pemasyarakatan (lapas). “Bapas melaksanakan fungsi control check and balance dalam proses pembinaan pelanggar hukum,” ucap Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional “Implementasi Restorative Justice di Indonesia dan Peran Pekerja Sosial Koreksional dalam Pembinaan Pelanggar Hukum Berbasis kepada Masyarakat (Community Based Treatment),” Rabu (25/3).
Dikatakan Yasonna, bapas merupakan salah satu sub-sistem dari Pemasyarakatan yang berfungsi pada tahapan pre-ajudikasi, ajudikasi, hingga post-ajudikasi dan bertanggung jawab dalam upaya penyatuan kembali hubungan sosial antara narapidana dengan masyarakat. “Maka kinerja bapas harus semakin dikuatkan agar dapat menyelenggarakan dan mewujudkan de-institusionalisasi secara lebih maksimal,” tegasnya.
Disinilah kebijakan re-integrasi sosial atau restorative justice menjadi paradigma perubahan yang lebih berorientasi kepada pemulihan dan pemidanaan berbasis masyarakat. “Pelaksanaan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, serta bentuk-bentuk pidana berbasis masyarakat lainnya menjadi bukti bahwa negara hadir, tidak hanya dalam proses peradilan pidana, namun juga dalam proses pembinaan narapidana,” terang Yasonna.
Untuk itulah, Yasonna menekankan pentingnya community based treatment dimana peran bapas menjadi sangat penting dalam sistem peradilan pidana, khususnya dalam melakukan penelitian kemasyarakatan guna kepentingan diversi, penyidikan, penuntutan, dan persidangan, termasuk pembinaan dan pembimbingan narapidana. “Masyarakat juga diminta berperan aktif untuk ikut mengatasi tingkat kriminalitas dan over kapasitas lapas dan rumah tahanan sebagaimana intervensi berbasis masyarakat,” harapnya.
Dalam seminar yang diadakan di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini hadir pula Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Handoyo Sudradjat, sejumlah Staf Ahli pada Kementerian Hukum dan HAM, perwakilan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, serta jajaran rektorat dan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah.
Dalam acara tersebut juga ditandatangani nota kesepahaman antara Dirjen PAS Handoyo Sudradjat dengan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Dede Rosyada, terkait Pendampingan, Pengawasan, dan Pembimbingan Klien Pemasyarakatan.

Penulis: Irma Rachmani
Sumber : http://www.pemasyarakatan.com/bapas-berperan-penting-dalam-sistem-peradilan-pidana/

Selasa, 17 Maret 2015

Cerita Komandan Eksekusi Mati: Saya Senter Arah Jantung Terdakwa

Jakarta - Imron Anwari merupakan komandan eksekusi mati tahanan politik kasus PKI, Kapten Ahmad pada 1987. Belakangan, Imron menjadi hakim agung dan pensiun pada 2014 lalu.

"Ketika saya bertugas di Dilmil Denpasar, saya melaksanakan hukuman mati. Saya menjadi eksekutor. Pada saat itu saya menjadi kepala oditur (jaksa penuntut umum)," kata Imron Anwari kepada Majalah MA sebagaimana dikutip detikcom, Selasa (17/3/2015).

Kapten Ahmad divonis mati pada 1965, sesaat setelah meletus peristisa G 30 S. Setelah itu, ia ditahan menanti eksekusi mati.

"Namanya Kapten Ahmad. Lumayan dramatis karena selama di tahanan saya cukup terlibat secara emosional dengan terdakwa," kisah Imron.

Imron memonitor aktivitas Kapten Ahmad setiap hari. Apakah kesehatannya bagus atau kondisi psikologinya baik. Mereka kerap terlibat obrolan ringan hingga soal ideologi. Menurut Imron, pendirian Kapten Ahmad tentang ideologi komunis sangat kental dan tidak bisa digoyahkan. Bahkan, apabila anaknya datang menjenguk, dia selalu berpesan kepada anaknya agar melanjutkan perjuangannya.

"Oleh sebab itu saya semakin mantap mengeksekusinya, menurut saya orang seperti ini harus segera dibinasakan," terang Imron yang tidak pernah bercita-cita terjun di dunia militer atau hakim agung.

Sebelum eksekusi, petugas memanggil keluarga Kapten Ahmad. Apakah ada pesan-pesan terakhir. Pelaksanaan eksekusi pukul 02.00 dini hari dengan regu tembak ada enam.

"Saya yang memberikan aba-aba dengan mengangkat pedang dan menyenter ke arah jantung terdakwa yang sudah diberi tanda spot light agar sniper langsung mengarah ke jantung. Posisi saya antara regu tembak dan terdakwa," cerita Imron yang bercita-cita menjadi orang yang bekerja menggunakan jas.

"Terdakwa terlihat sangat siap, karena ketika matanya akan ditutup dia tidak mau. Tetapi tetap saya tutup. Ketika sudah ditembak, saya bersama seorang dokter memeriksa nadinya dan sudah tewas. Seandainya setelah ditembak belum tewas juga, yang harus menembak ulang adalah saya, sampai benar-benar tewas. Karena ini tugas, maka saya harus melaksanakan, maka saya harus melaksanakan," pungkas Imron.

Sumber : http://news.detik.com/read/2015/03/17/092435/2860658/10/cerita-komandan-eksekusi-mati-saya-senter-arah-jantung-terdakwa?9911012

Jumat, 13 Maret 2015

Inilah Alasan PP 99/2012 Perlu Dilikuidasi

Jakarta, INFO_PAS –  Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 (PP 99) tentang Perubahan Kedua atas PP No 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan saat ini masih berlaku. Namun pro dan kontra masih saja terjadi sejak PP tersebut dikeluarkan. Pihak yang pro menyatakan bahwa PP tersebut sebagai sebuah kebijakan tepat untuk mengerem obral pengurangan masa hukuman. Sementara pihak lain berpendapat bahwa remisi dan Pembebasan Bersyarat merupakan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sudah diatur dalam UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Kriminolog FISIP Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, pada acara Seminar Nasional ‘Pemberian Hak Remisi dan Pembebasan Bersyarat Bagi warga Binaan Pemasyarakatan Pelaku Tindak Pidana Khusus (baca : Menkumham: Pemasyarakatan Bertugas Membina, Bukan Membinasakan ) yang digelar di Kampus Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Kamis (12/3), menyatakan bahwa PP 99 perlu dilikuidasi. Apa saja alasannya?
  1. Tidak Pas Dengan Filosofi Penghukuman Dunia
Komisioner KOMPOLNAS ini berpendapat bahwa filosofi penghukuman sudah lama meninggalkan filosofi pembalasan dan penjeraan. Sebaliknya, filosofi yang kini populer adalah rehabilitasi. “Ke depan, akan datang dan harus disambut oleh Indonesia adalah filosofi restorasi,” ungkap pemilik nama lengkap Adrianus Eliasta Meliala ini.
  1. Tidak Pas Dengan Filosofi Pemasyarakatan Indonesia
Sementara itu, apabila dihadapkan pada filosofi Pemasyarakatan  Indonesia, pria kelahiran Sungai Liat ini menyatakan bahwa PP 99 tidak pas dengan filosofi Pemasyarakatan di Indonesia. “Filosofi Pemasyarakatan  Indonesia adalah reintegrasi sosial. Perlu diperjelas, apakah vonis hakim terhadap terdakwa sudah mencakup potongan masa hukuman dalam bentuk early release atau tidak bagi WBP. Agar clear. Early release programs adalah untuk mengurangi dampak buruk prisonisasi,” paparnya.
  1. Melanggengkan Citra Lama Penjara Pada Lapas
Citra Penjara menurut Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan ini adalah sebagai pembawa derita atau pencipta derita. “Kehilangan kemerdekaan akibat inkapasitasi fisik adalah satu-satunya derita itu,” katanya. “Konsep ‘Lembaga Pemasyarakatan’ pada dasarnya mengganti, setidak-tidaknya memitigasi, peran dan citra lama penjara,” ujar pria yang memperoleh gelar PhD. Program Kriminologi, Jurusan Antrropologi dan Sosiologi di The University of Queensland. “Pengetatan pemberian remisi sepenuhnya terkait dengan peran dan citra lama penjara, bukan dalam konteks peran dan citra Lembaga Pemasyarakatan,” tambahnya.
  1. Tidak Pas Dengan Tujuan Penegakan Hukum Kasus Korupsi
“Tujuan utama penegakan hukum kasus korupsi adalah mengembalikan sebanyak-banyaknya kerugian negara, baru kemudian penghukuman terhadap pelakunya. Tapi pada kenyatannya, terlepas dari banyak tidaknya kerugian negara yang dapat diselamatkan, seolah tidak ada hubungannya dengan penghukuman terhadap pelakunya,” jelas ayah dari tiga anak ini.
  1. PP 99 Bersifat Deskriminatif
Adrianus menyatakan bahwa PP 99 ini deskriminatif dan bertentangan dengan United Nations Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners (SMR). “Pembedaan perlakuan hanya bisa dikaitkan dengan pelaksanaan kegiatan Pemasyarakatan di Lapas,” ujarnya. Pasal 6 ayat 1 SMR menyatakan :  “Aturan-aturan berikut ini berlaku secara impartial (tidak memihak).  Tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau opini lain, kebangsaan atau golongan sosial, kekayaan, keturunan atau status lain.”
  1. Menutup Peluang Memodifikasi Perilaku
“Praktisi Pemasyarakatan mempergunakan prinsip perilaku stimulus-respons, khususnya mengoptimalkan varian punishment-reward, dalam rangka memunculkan operant conditioning menuju terbentuknya perilaku permanen,” ucap Adrianus. “Namun, pengetatan pemberian remisi menggugurkan penggunaan prinsip tersebut. Di pihak lain, praktisi Pemasyarakatan memiliki keterbatasan cara lain guna memodifikasi perilaku,” papar lulusan S2 Psikologi Sosial Fakultas Psikologi UI.
  1. Budaya Penjara Terganggu
Adrianus menganggap pemberlakuan PP 99 ini telah mengganggu budaya yang ada di penjara. “WBP yang terkena pengetatan pada umumnya berpengaruh, terdidik dan kaya, mereka ini bisa mempengaruhi WBP lainnya. Tidak adanya insentif bagi perilaku baik melahirkan WBP dengan perilaku onar dan provokator. Ini menyebabkan hubungan antara WBP dan petugas menjadi tegang,” jelasnya.
  1. Tidak Ada Kaitan Dengan Residivisme
Suami dari Rosari Ginting ini menyatakan bahwa pemberian remisi tidak ada kaitanya dengan residivisme atau repeat offence. Narapidana korupsi pada umumnya first offender, sehingga pasti sudah kapok (baca: jera) untuk menjadi terpidana kembali.“Khusunya pelaku korupsi, amat terkait dengan jabatan dan kekuasaan, hal mana tidak akan dimilikinya lagi pasca keluar dari Lapas,” katanya.
  1. Terbukti Menambah Masalah Bagi Lapas
“Pemberlakuan PP 99 ini terbukti menambah masalah bagi Lapas, ada insiden Lapas Tanjung Gusta dan insiden lain yang tidak diberitakan. Bahkan ada rasa cemas yang dihadapi praktisi Pemasyarakatan setiap kali datang musim pemberian remisi,” demikian papar pria kelahiran September 1966.
  1. Selaraskan Dengan Kecenderungan Pemerintah
Dosen Departemen Kriminologi Universitas Indonesia ini lebih lanjut menilai bahwa walaupun sama-sama pro pada pemberantasan korupsi, Pemerintah Jokowi-JK nampaknya menempuh gaya yang berbeda. “Revisi, kalau bukan likuidasi, PP 99 seyogyanya dikaitkan dengan perubahan kecenderungan gaya yang berbeda tersebut,” pungkasnya.

Penulis : JP Budi Waskito
Sumber : http://www.pemasyarakatan.com/inilah-alasan-pp-992012-perlu-dilikuidasi/

Kamis, 12 Maret 2015

Sumber Daya Terpenting

Apa sih Sumber Daya terpenting? Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan hal terpenting dibandingkan sumber daya lainnya. 
Mengapa begitu? SDM merupakan aset tiada batas yang dapat berkembang melewati batasan-batasan yang ada.

Untuk mendapatkan SDM yang memenuhi kriteria-kriteria yang dibutuhkan tidaklah mudah. Setiap orang memiliki bakat dan kemampuan yang tidak sama. Right Man on Right Place (orang yang tepat pada tempat yang tepat ) akan sangat membantu bagaimana SDM itu berkembang serta mampu membantu suatu organisasi dapat meraih atau mencapai hasil yang ditargetkan. 

SDM akan terus berkembang melalui berbagai cara, baik itu sengaja maupun tidak sengaja. Perkembangan SDM dengan kesengajaan berupa pelatihan dan pendidikan yang diberikan dan telah direncanakan oleh suatu organisasi untuk memberikan kemampuan atau keterampilan tertentu guna memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Adapun pengembangan yang tidak sengaja didapat melalui pengalaman ketika menghadapi suatu masalah atau beban tugas yang diberikan.

Kemampuan untuk terus berkembang yang membuat SDM lebih unggul dibanding yang lain. Berbagai hal dapat terjadi dan dilakukan, bisa berakibat baik dan buruk, mengungtungkan dan merugikan inilah  Pisau Bermata Dua. Maka pertanyaannya Bagaimana kalian akan berkembang? That your choice....


Lapas Cipinang Kembangkan dan Pasarkan Tanaman Hias

Jakarta, INFO_PAS –  Program Narapidana Berkebun yang dicanangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memotivasi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang untuk lebih meningkatkan kegiatan kemandirian warga binaan dalam berkebun tanaman hias.

Bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Inisiatif Biru Lestari (Waibi), berbagai jenis tanaman hias telah berhasil dikembangkan dan dipasarkan oleh Lapas Cipinang.

Tomy Elyius, Kepala Seksi Bimbingan Kerja (Bimker) Lapas Cipinang kepada INFO_PAS, Rabu (11/3) menjelaskan, “Kegiatan ini berjalan dengan sangat baik, pada tahun 2014 untuk program pembinaan tidak memiliki anggaran, akan tetapi yang terlihat kegiatan ini (tanaman hias) tetap berjalan dan mampu berkembang,” ungkap Tomy.

“Tahun ini, kami akan menggandeng BI dan beberapa pihak ke-3 lainnya untuk mencapai hasil yang maksimal dalam program ini,” ujar alumni Akademi Pemasyarakatan angkatan 35. “Kerjasama ini diharapkan akan memberikan hasil yang positif bagi kegiatan tanaman hias serta mampu menjadi bekal bagi para WBP ketika bebas nanti,” imbuhnya.

Sementara itu, AP salah satu warga binaan yang mengikuti asimilasi perkebunan tanaman hias Lapas Cipinang mengaku sangat senang dan terbantu dengan adanya kegiatan ini. “Saya memang hobi dan juga punya usaha tanaman hias diluar, jadi saya senang bisa bekerja merawat tanaman disini dan berbagi ilmu dengan yang lain,” ucap AP.

AP memiliki keinginan untuk memajukan usaha tanaman hias yang ada di Lapas Cipinang dan kelak setelah bebas dapat membangun kerjasama dengan usaha yang dimilikinya. Menurut Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ini, tanaman lele paris paling bagus prospek kedepannya. Namun, ia sangat ingin menambahkan tanaman jenis bremolia karena memiliki nilai jual dan peminat yang tinggi. (NH)

Kontributor : Mu’alim N. Shiyam 47
http://www.pemasyarakatan.com/lapas-cipinang-kembangkan-dan-pasarkan-tanaman-hias/

Selasa, 10 Maret 2015

Persiapan Nusakambangan sudah 100 persen

Cilacap (ANTARA News) – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa persiapan Pulau Nusakambangan, Cilacap, sebagai tempat eksekusi terpidana mati telah mencapai 100 persen.

“Kami sudah siap 100 persen sejak tanggal 28 Februari. Tinggal tunggu hari H, itu urusannya Jaksa Agung,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jateng Yuspahruddin saat dihubungi dari Cilacap, Selasa.

Dalam hal ini, kata dia, pembuatan sekat untuk ruang isolasi di Lembaga Pemasyarakatan Besi, Pulau Nusakambangan, sudah selesai.

Oleh karena itu, lanjut dia, tidak benar jika ada kabar bahwa Nusakambangan belum siap.

“Pemasyarakatan sudah siap, lapas di Nusakambangan sudah siap full. Kalau masalah PK (Peninjauan Kembali) dan gugatan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) bukan urusan kami, itu urusan kejaksaan,” tegasnya.

Disinggung mengenai sejumlah truk pengangkut material yang masih terlihat keluar masuk Nusakambangan, Yuspahrudin mengatakan bahwa material itu tidak ada kaitannya dengan persiapan eksekusi.

Menurut dia, material yang diangkut truk-truk itu digunakan untuk kegiatan pemeliharaan sejumlah lapas di Pulau Nusakambangan.

“Saat ini kan awal tahun, mungkin ada anggaran untuk perbaikan di lapas-lapas. Itu tergantung kalapasnya dan sekarang ini ada pemeliharaan,” jelasnya.

Saat ditanya mengenai kemungkinan telah adanya surat pemindahan terpidana mati warga negara Filipina Mary Jane Fiesta Veloso dari Lapas Wirogunan (Yogyakarta) ke Nusakambangan, dia mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima pemberitahuan itu.

“Belum, belum ada,” katanya.

Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu merilis 10 nama terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi, yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).

Eksekusi tersebut direncanakan akan dilaksanakan serentak di Pulau Nusakambangan pada waktu yang belum ditentukan.

Akan tetapi hingga saat ini, Mary Jane Fiesta Veloso masih berada di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, karena masih menunggu putusan sidang PK di Pengadilan Negeri Sleman.

Sumber : antaranews.com

Selasa, 03 Maret 2015

AKIP 47 Harus Mampu Jalankan Fungsi Informasi dan Komunikasi

Belajar Tiada Akhir

Keluar dari akademi bukan berarti berakhir pula waktu belajar. Setelah mengalami pendidikan selama 3 tahun di akademi pembekalan diberikan kembali dengan tujuan jauh kedepan. Untuk kali ini AKIP 47 mendapatkan pembekalan dari Direktorat INFOKOM  merupakan salah direktorat yang ada di Direktorat Jedral Pemasyarakatan. Let's View!!!!
http://www.pemasyarakatan.com/akip-47-dituntut-bangun-pemasyarakatan-melalui-fungsi-infokom-dan-it/